
Malam ini saya bercengkarama bersama kakak perempuan dan adik laki-laki saya melingkari meja makan-makan. Kami menceritakan beberapa kejadian tak biasa dan cenderung lucu tentang orang orang-orang yang menyangka kami adalah orang cina. Memang sih kami sekeluarga mulai dari ayah, mama, saya dan adik saya mirip cina. Kalau kakak saya memang tidak mirip cina tapi ya tetap saja putih. Oke ini beberapa kisah yang dapat saya tuturkan di sini.
Waktu ke toko olahraga, adik saya menanyakan sesuatu barang yang ingin dibelinya. Nah, bukannya menjawab dengan bahasa Indonesia atau mungkin melayu, si penjual yang merupakan orang cina malah menjawab dengan bahasa cina. Adik saya pun mengulang kembali pertanyaannya dan sadarlah si penjual bahwa adik saya bukanlah orang cina.
Cerita lain adik saya pernah beli kupon acara buka puasa di kampusnya. Temannya yang menjual kupon itu kaget dan berkomentar, “Oh, ternyata kamu Islam, ya?” Cerita lucu yang lain adalah saat adik saya menemani temannya untuk membeli sesuatu di toko cina. Nah, adik saya berdiri menunggu di depan toko karena malas untuk ikut masuk. Tiba-tiba ada seorang calon pembeli bertanya pada adik saya, “Koko, ada nggak jual bla bla bla?” Eh, adik saya terkejut dan menjawab, ”Masuk aja ke dalam. Yang jual ada di dalam.”
Kalau mama, pernah juga dikira orang cina. Waktu itu mama masih belum pake jilbab dan menggendong adik saya yang waktu itu memang masih kecil. Nah, waktu itu juga ketemu ibu-ibu cina yang juga menyapa mama dan langsung berbicara bahasa cina, entah mengatakan adik saya lucu atau apa juga mama saya tidak tahu. Ayah saya juga pernah dikira orang cina, tapi lupa tuh ceritanya gimana.
Kalau cerita kakak saya, tidak pernah sih dibilang orang cina, tapi waktu beli jam tangan di toko cina si penjual yang cina pernah bilang, “wah, kulitnya putih. Orang cina aja kalah.” Memang sih kakak saya lebih putih dari saya dan adik saya tapi untungnya mukanya tidak mirip cina jadi tidak pernah dikira orang cina. Tadi kakak saya cerita kalau dia pernah dikira manekin di mall. Waktu itu dia menunggu temannya yang sedang memilih baju. Karena tidak suka berjalan kesana-kemari kakak saya berdiri diam tanpa melakukan aktivitas apapun. Nah, tiba-tiba seorang ibu-ibu kaget dan bilang, “Owh, ternyata hidup, toh.”
Kalau cerita tentang saya ada sih, Dari waktu saya masih kecil dan belum memakai jilbab sampai saya memakai jilbab sekarang. Dosen saya malah pernah bertanya apakah saya dua beradik dengan teman saya yang cina, lalu teman saya tanya benarkah saya benar-benar tidak ada keturuan cina. Waktu SMP wali kelas saya pernah bertanya apakah saya adik dari abang kelas saya yang cina karena muka kami dibilang mirip. Adik kelas waktu SMA bahwa saya dipanggil chanis oleh teman-teman saya karena itu artinya chinese, padahal itu singkatan dari icha-nisa karena waktu SMA ada teman yang namanya juga icha, seperti saya.
Ada satu cerita di SMA saat saya dan teman saya lewat di depan guru baru dan kemudian beliau berseru, “Duh, nak. Kamu sakit, ya? Kok wajahnya pucat gitu?” Saya kaget dan tidak bisa menjawab apa-apa. Setelah guru itu lewat saya bertanya kepada teman saya apa saya benar-benar terlihat pucat. Teman saya kemudian tertawa terbahak-bahak dan mengatakan kalau wajah saya biasa saja seperti biasa. Masalah ini juga pernah dialami adik saya juga pernah dikomentari oleh seorang dosennnya yang waktu itu menanyakan mengapa wajahnya pucat dan apakah sedang sakit. Padahal memang begitulah wajah adik saya.
Kira-kira itulah beberapa kisah kemiripan anggota keluarga saya dengan orang cina. Padahal kami sama sekali bukan orang cina.
Dosen yang mana tuh bilang dirimu bersaudara dengan org cina???
pak hari nanya icha saudaraan dengan yunta ke? hahaha
kok bisa???
nda tau juga ya. waktu datang ke ruang dosen sama yunta, pak hari tiba2 nanya gitu. Dan icha dan yunta gjawab, "BUKAN!!"