Mimpi-Mimpi Biru


.

Sudah lebih dari tiga tahun blog ini saya tinggalkan. Sendiri berdebu terlupakan oleh sang pemilik. Saya ingat terakhir kali saya menulis disini beberapa bulan setelah pengambilan sumpah kelulusan. Saat membuka tiap judul di dalamnya, tergerak hati untuk menulis kembali. Kembali dengan mimpi-mimpi biru yang dulu, saat masih sekolah dan kuliah.
Tak adil rasanya menyalahkan hal bahkan orang lain atas berhentinya saya menulis selama ini. Bukankah lebih baik menatap ke depan. Kembali pada mimpi-mimpi biru itu lagi. Tercenung seraya jemari menari diatas aksara. Saat saya dan malam menyatu dalam tulisan sehingga apa pun kisah yang tak terucap, akan menjadi padu di sini. Saat maya bertemu nyata, walau akhirnya tetaplah fana. Tetapi, tulisan-tulisan ini alangkah bahagianya bila abadi.

Bacalah, maka...


.


Kamu bilang kita tidaklah sama, namun juga tidak perlu dibeda-bedakan. Rancu. Itu yang aku tangkap dari kata-katamu. Kamu tak pernah menjelaskan hal itu. Seakan memaksaku berpikir untuk menemukan jawaban itu sendiri. Hanya senyum yang kamu berikan setiap kali aku menanyakan hal itu. Senyum yang kadang membuat aku muak. Aku tak pernah melihat luka disana. Tepatnya aku tidak pernah bisa melihat ada luka di setiap senyuman itu. Karena aku selalu merasa akulah yang terluka. Tapi, aku salah.

Kamu tahu, Awan? Mungkin seharusnya kita tidak pernah bertemu, tidak pernah bersama, atau bahkan sebaiknya tidak pernah lahir. Agar sakit itu tidak akan sebesar sekarang. Jujur aku sangat membencimu, namun aku juga sayang padamu. Sangat kontradiktif. Sejak kecil kamu selalu dielu-elukan karena kepintaranmu. Tentu saja tidak ada yang akan membenci seseorang dengan wajah tampan yang mudah bergaul dan baik pada semua orang. Kecuali aku, aku benci sekali padamu. Kamu juga tahu itu. Tapi, senyum itu tak pernah hilang dari wajahmu setiap kita bertemu. Kamu sebenarnya terbuat dari apa?

Dear Awan


.


Kamu bilang kita tidaklah sama, namun juga tidak perlu dibeda-bedakan. Rancu. Itu yang aku tangkap dari kata-katamu. Kamu tak pernah menjelaskan hal itu. Seakan memaksaku berpikir untuk menemukan jawaban itu sendiri. Hanya senyum yang kamu berikan setiap kali aku menanyakan hal itu. Senyum yang kadang membuat aku muak. Aku tak pernah melihat luka disana. Tepatnya aku tidak pernah bisa melihat ada luka di setiap senyuman itu. Karena aku selalu merasa akulah yang terluka. Tapi, aku salah.

Kamu tahu, Awan? Mungkin seharusnya kita tidak pernah bertemu, tidak pernah bersama, atau bahkan sebaiknya tidak pernah lahir. Agar sakit itu tidak akan sebesar sekarang. Jujur aku sangat membencimu, namun aku juga sayang padamu. Sangat kontradiktif. Sejak kecil kamu selalu dielu-elukan karena kepintaranmu. Tentu saja tidak ada yang akan membenci seseorang dengan wajah tampan yang mudah bergaul dan baik pada semua orang. Kecuali aku, aku benci sekali padamu. Kamu juga tahu itu. Tapi, senyum itu tak pernah hilang dari wajahmu setiap kita bertemu. Kamu sebenarnya terbuat dari apa?

Dunia Orang Dewasa


.


Minggu pagi yang cerah. Seakan menghapus duka kemarin yang hampir tidak menemukan jawaban. Aroma tanah di belakang rumah yang tersapu hujan, menentramkan. Bahagia itu sederhana. Sudah lama tidak menulis karena aktivitas yang sebenarnya tidak sibuk namun cukup menyita perhatian dan pikiran.
Lulus kuliah dan memasuki ‘dunia orang dewasa’ membuat saya sedikit bingung bercampur sedih. Kalau bahasa anak muda sekarang, galau. Harus memutuskan jalan ke depan secara baik-baik, karena ini akan memperngaruhi bagaimana saya menjalani hidup kini dan nanti. Saya tidak pernah dihadapkan pada pilihan yang banyak dan sulit. Sejak TK, SMP, SMA, dan kuliah selalu lulus pada pilihan pertama saya. Saya baru menyadari ada dunia dimana ada orang tua yang harus memasukkan dan menarik kembali berkas anaknya dari satu sekolah ke sekolah lain karena nilainya tidak memenuhi ketentuan sekolah tersebut. Atau mungkin para calon mahasiswa yang dengan rajinnya mendaftar kesana-sini berharap dapat berkuliah di tempat idamannya atau paling tidak diterima pada salah satu dari pilihannya tersebut. Sungguh saya baru menyadarinya.

Day after Day


.



"Dan kami pasti akan menguji kalian dengan sesuatu berupa ketakutan, rasa lapar, kekurangan harta, jiwa, serta buah-buahan. Dan berbahagialah orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila tertimpa musibah mereka mengatakan innaillahi wa inna ilairaajiuun"
(Q.S. Al-Baqarah: 155-156)
  
“Sungguh mengagumkan bagi orang-orang Mu’min. Allah tidak akan menetapkan suatu ketetapan kecuali dia itu baik baginya. Apabila kebahagiaan menimpanya maka ia bersyukur dan itu baik baginya, dan apabila kemadharatan menimpanya maka ia sabar dan itupun baik baginya.
(Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnadnya dan Muslim di dalam shahihnya)

 

“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
(Q.S. Al-Baqarah: 153)

“Jikalau kalian menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.”
(Q.S. Ibrahim: 34)

Semoga Allah melancarkan proses, memberikan kemudahan dalam menjawab, dan memberikan hasil terbaik (insya Allah lulus) untuk sidang komprehensif Apoteker UNPAD pada 14 Januari 2012. Semoga saya bisa mengaplikasikan ilmu agar bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Amiiiin

Seindah Pagi


.


Malam hampir beranjak pagi. Tapi mataku tak kunjung dihinggapi kantuk. Aku harus memastikan semuanya berjalan sempurna esok hari. Untuk itu aku merasa perlu menelepon Teguh sebelum tidur.
“Malam, Dian! Ada apa? Kok belum tidur.” Suaranya terdengar masih begitu segar. Sepertinya efek kafein dari kopi yang menjadi minuman terbaik di saat dirinya sibuk seperti ini sedang bekerja.
“Malam, Guh. Aku nggak bisa tidur, nih. Kenapa, ya? Buat besok pasti lancar, kan?!”
“Hei, kamu kena Syndrome Before Marriage, ya? Udah jam berapa, nih? Tidur sana, Aku jamin besok bakalan lancar. Nggak perlu khawatir gitu ah.” Sepertinya suaraku jelas menyiratkan kecemasan yang kurasakan padanya.
Kenapa ucapanmu selalu bisa menenangkanku yah?! Aneh. Tapi, baiklah aku tidur sekarang.  Thanks, ya. Eh, jangan kebanyakan minum kopi tuh.”
Coffee like drugs to me. Lagi sibuk gini mana bisa tanpa kopi. Oke, good night! Bye!”
“Good night! Bye!”

Wajar Saja


.


Saya ingin sedikit memberikan pendapat mengenai fenomena yang sering saya jumpai sejak duduk di sekolah dasar hingga bangku kuliah. Fenomena yang biasa terjadi di kalangan teman sekelas atau seangkatan yang selalu membuat saya agak bingung dan miris. Fenomena ini sering terjadi saat pengumuman nilai ujian. Berbagai komentar yang muncul ketika nilai tersebut diumumkan secara langsung maupun tidak langsung. Salah satunya adalah komentar dari anak yang merasa dirinya “tidak terlalu pintar” mengenai nilai anak yang di rasa paling pintar di kelas.