5 cm di Jalan Tol


.


Pagi yang cerah di Jatinangor, dan juga lumayan panas, sih. Tapi, tetap belum bisa  menandingi panasnya Pontianak. Seperti yang telah direncanakan kemarin, saya dan kedua teman seperjuangan, Dessy dan Ami, berencana akan ke Bandung. Rencana awalnya kami akan pergi ke Bandung Indah Plaza (BIP) menemani Ami berbelanja baju buat kuliah –mungkin saja saya dan Dessy  juga berniat membeli nantinya. Sedangkan saya sendiri ingin ke palasari untuk mencari buku-buku kuliah sekalian novel.
Kami berangkat dari kost pukul delapan pagi. Kami sengaja agak awal berangkat, supaya saat pulang ke Jatinangor tidak sampai malam. Karena lumayan juga perjalanan dari Jatinangor ke Bandung dan juga sebaliknya -masing-masing memerlukan waktu sekitar satu setengah jam menggunakan Damri. Biayanya 3500 untuk bis biasa, dan 5000 untuk bis ber-ac. Lumayan buat para anak kuliah. Bahkan ada yang kuliah di Jatinangor, namun tinggalnya di Bandung.
Setelah sampai di Bandung sekitar pukul sepuluh pagi, kami makan dulu sebentar di warteg DU dan naik angkot kalapa-dago menuju BIP. Di BIP kami membeli kemeja yang sesuai untuk kuliah hingga pukul satu siang. Kemudian kami melanjutkan perjalanan dengan angkot kalapa-dago lagi hingga atmosphere dan lanjut lagi naik angkot buah batu hingga palasari. Di sini saya membeli beberapa buku kuliah dan akhirnya setelah bertanya ke beberapa tempat menemukan novel yang selama ini saya cari, 5cm. Novel yang sudah lama saya cari ini saya baca ketika saya masih kuliah di tingkat satu. Namun, baru sekarang saya membelinya. Maklum, kemarin Cuma modal pinjam dari teman sebangku waktu SMP dulu. Terima kasih buat Indah, yang dari dulu dengan senang hati bukunya saya pinjam. 


Setelah mendapatkan apa yang kami cari, kami kemudian berjalan menuju hotel horizon, lalu menyeberang jalan dan menunggu Damri untuk kembali ke Jatinangor. Waktu menunjukkan pukul tiga sore. Setelah sekian lama menunggu sambil sedikit mengobrol, akhrinya Damri menuju Jatinangor yang kami tunggu datang juga. Namun, penumpang di dalamnya ramainya bukan main. Akhirnya kami harus berdiri, walaupun tidak berlangsung begitu lama. Ami dan Dessy akhirnya mendapatkan tempat duduk, sedangkan saya masih berdiri hingga bis mencapai gerbang tol dan artinya tidak ada penumpang yang akan turun dan naik hingga gerbang keluar tol.
Perjalanan berjalan lancar. Yah, namanya juga tol –jalan bebas hambatan. Namun, sebelum tiba di gerbang keluar tol, tiba-tiba saja ban depan kanan bis meletus. Para penumpang agak kaget –apalagi ibu-ibu yang duduk di depan terlihat sangat kaget dan mulai tidak tenang. Saya yang masih berdiri di bagian agak depan dari bis berusaha tetap tenang, walau juga tentu saja kaget. Bis oleng namun Alhamdulillah bisa dikendalikan oleh sang supir dan berhenti di bahu jalan. Bau karet yang hangus tercium, para penumpang segera turun.  
Sebuah mobil polisi datang untuk mengecek keadaan. Rasanya pengen sekali menumpang mobil polisi ke Jatinangor. Tapi, tidak mungkin, ya. Dua penumpang memutuskan untuk naik taksi dan kebetulan ada satu taksi yang berhenti. Kami juga memutuskan naik taksi, namun susah sekali untuk memberhentikan kendaraan lain di tol. Ada juga bis yang menuju tasik yang baik hati berhenti, namun saya tidak mau berdesak-desakkan lagi. Ternyata ada seorang teman kampus yang menyapa dan memutuskan untuk naik taksi bersama kami–supaya ngirit tentunya.


Setelah beberapa lama tidak ada taksi yang kunjung berhenti, tiba-tiba ada sebuah mobil travel yang sepi dan hanya berisi satu orang pengendara. Mobil itu berhenti agak jauh ke depan dari tempat kami menunggu. Kami mengira mobil itu menjemput seseorang. Tapi, tidak seorang pun yang menghampiri mobil tersebut. Kami bertiga dan salah satu teman kami yang juga naik bis tadi mencoba menghampiri mobil tersebut. Daripada tidak ada usaha dan menunggu lama di tol tanpa kepastian. Ternyata mas yang baik hati itu mau dengan gratis mengantarkan kami hingga ke gerbang tol. Wah, baik banget sih, mas! Akhirnya setelah mengajak beberapa orang sekalian, kami berdelapan naik mobil trave dari mas yang baik hati itu. Setelah sampai di gerbang tol, mas yang baik hati itu juga mencarikan angkot yang bisa mengantarkan kami ke tempat tujuan. Wah, baik banget. Akhirnya kami sampai ke Jatinangor dan memutuskan makan pempek, lalu kembali ke kost masing-masing pada pukul setengah enam sore. Tak berapa lama hujan pun turun.
Banyak hal yang terjadi hari ini, menambah pengalaman yang kami alami. Mulai dari yang menyenangkan hingga yang kurang menyenangkan. Tapi, Allah selalu memberikan solusi atas setiap masalah dan tidak akan meninggalkan kita apapun yang terjadi. Mungkin Allah memang tidak mengizinkan saya untuk berdiri hingga ke Jatinangor dan menyediakan tempat duduk yang lebih empuk di mobil travel (wah, ge-er banget ya saya). Hujan yang turun hari ini semoga menambah rahmat yang turun dari langit. Apabila kita bersyukur, niscaya Allah akan menambahkan nikmatNya. Alhamdulillah untuk semua yang telah Allah berikan hari ini. Betapa Allah sangat menyayangi kita semua.

4 Responses to “5 cm di Jalan Tol”

  1. Unknown says:

    wow buku nya pasti menarik

  2. Lumayan,ukh. Tentang persahabatan dan mimpi...

  3. dez says:

    heheheheh pengalaman banget hari itu perginya tenang2 pulangnya hahhaha untng ad aa yg baik hati :-)

  4. ho oh bener des. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT...

    Tetep semangat menjalani semua aktivitas... ^^

Your Reply