Berharga Karena Berbatas


.

Sejak berada jauh dari rumah, entah mengapa saya jadi lebih hobi membeli buku bacaan. Memang sih, sebenarnya dari dulu saya sudah sangat hobi membaca. Namun, entah mengapa minat baca semakin menurun beberapa tahun terakhir saat saya kuliah S1. Bahkan di rumah mungkin masih ada belasan buku yang belum sempat saya baca, atau lebih tepatnya saya malas membacanya. Bukan berarti buku itu tidak menarik. Hanya saja, walaupun saya tetap senang membeli buku, minat baca saya cenderung menurun digantikan dengan serangkaian aktivitas lain yang sebenarnya tidak terlalu sibuk juga.
Namun, semenjak satu bulan berada di sini, saya sudah membeli sembilan buku dengan empat diantaranya telah selesai saya baca. Wah , saya sama sekali tidak pernah langsung membeli sembilan buku sekaligus dalam rentang waktu satu bulan. Saya senang minat baca saya kembali, mungkin karena saya masih baru di sini dan belum memiliki banyak kegiatan selain kuliah dan beberapa kali mengikuti kegiatan di luar. Namun, saya juga mulai berpikir bahwa ini cukup berbahaya. Bagaimana kalau tiap bulan saya ‘tanpa sadar’ selalu membeli lebih dari lima buku atau bahkah sampai sepuluh? Tentu saja pengeluaran bulanan akan meningkat pesat. Saya mulai berpikir untuk tidak terlalu menuruti keinginan saya untuk membeli buku.
Salah satu yang saya sukai di sini adalah, toka buku ada di mana-mana dan membuat saya ingin singgah setiap kali melewatinya. Namun, kalau itu saya lakukan akan menjadi masalah jika mulai timbul keinginan untuk membelinya. Kalau di kota asal dulu Gramedia hanyalah sebuah toko yang merupakan satu bagian dari sebuh pusat perbelanjaan. Tapi di sini, Gramedia mempunyai gedung tersendiri yang terdiri dari tiga lantai. Bisa dibayangkan saya merasa sangat senang melihat banyak buku di mana-mana.
Sabtu kemarin, saya bertiga dengan Ami dan Dessy pergi ke Bandung untuk membeli sesuatu dengan rute Ciwalk (Cihampelas Walk) - BEC (Bandung Electronic Center) – Gramedia. Di Ciwalk, kami membeli baju batik karena baru diumumkan bahwa setiap hari Jum’at kami wajib memakai batik dan memang selama ini saya tidak punya baju batik dan selalu modal pinjam kalau ada hari yang mengharuskan memakai batik. Tapi, untuk kali ini, saya harus membeli batik saya sendiri. Saya tidak pernah punya baju batik, mungkin karena saya bukan orang yang hobi belanja pakaian. Berbeda dengan Ami yang jika berada di toko pakaian bisa berlama-lama membeli pakaian sampai saya bosan menunggu. Tapi, menurut saya kebiasaan ini ada baiknya juga, dengan melihat-lihat baju yang bermacam-macam kita bisa menimbang kira-kira baju mana yang yang paling sesuai. Tidak seperti saya yang lebih dari satu bulan yang lalu saat membeli baju kuliah, hanya dalam hitungan lima belas menit saya sudah memutuskan membeli empat potong baju. Intinya, saya kurang suka berlama-lama membeli pakaian. Menurut saya kebiasaan saya seperti ini juga kurang baik karena memilih baju agak lama juga bisa menjadikan kita cermat dan mendapatkan hasil terbaik. Tapi, karena saya tipenya seperti itu, ya sudahlah.
Setelah dari Ciwalk, kami menuju BEC karena Ami ingin memperbaiki ponsel kesayangannya dan kemudian kami makan siang di sana. Akhirnya setelah ditunggu-tunggu, kami ke Gramedia juga. Cukup lama saya memilih-milih buku. Lebih dari satu jam sepertinya. Inilah bedanya jika berada di toko pakaian dan toko buku. Saya merasa nyaman berlama-lama di sini apalagi Gramedia di sini sangat luas sehingga tiap lantai memiliki barang khusus yang di jual. Hingga saya diingatkan kalau sudah hampir pukul setengah empat sore.
 Akhirnya saya memutuskan untuk membeli dua buah buku salah satunya berjudul Saga no Gabai Bachan (Nenek Hebat dari Saga). Buku ini lebih terlihat sepeti novel, namun berisi pengalaman hidup sang pengarang yang sejak kelas dua SD tinggal bersama neneknya dalam kemiskinan setelah bom atom Hiroshima. Sudah lama saya ingin membeli buku ini sehingga dengan cepat saya baca. Banyak nilai-nilai yang dapat saya ambil dari buku ini. Mungkin di lain kesempatan saya dapat mereview buku ini dan berbagi kehebatan seorang nenek miskin yang membesarkan cucu laki-lakinya sendirian dengan bekerja keras tanpa meminta-minta kepada orang lain.
Dua hari libur kuliah, Sabtu dan Minggu, saya habiskan dengan bolak-balik Jatinanagor-Bandung. Jika hari sabtunya saya pergi bersama Ami dan Dessy, hari Minggu kemarin saya tidak bersama mereka dan mengikuti Workshop di Bandung. Seperti biasa kalau ke sana, pulangnya hampir Maghrib. Malam harinya benar-benar terasa melelahkan. Saya bisa mensyukuri karena malam itu adalah malam saat tidur saya paling nyenyak semenjak berada di sini dan Alhamdulillah bisa bangun sebelum subuh. Dalam sebuah hadist Rasulullah saw bersabda, “Jagalah Allah niscaya Ia akan menjagamu, jagalah Allah niscaya engkau akan mendapati-Nya bersamamu”. Semoga selagi masih muda dan kuat kita bisa selalu menjaga ibadah kita kepada Allah, sehingga ketika usia kita telah lanjut Allah akan tetap menguatkan kita untuk terus dapat melakukan ibadah-ibadah tersebut. Karena pemuda yang sholeh lebih utama dibandingkan orang tua yang ketika baru sadar bahwa usianya semakin mendekati akhir, baru berpikir untuk beribadah sebanyak-banyaknya. Walaupun belum ada kata terlambat untuk berubah selama masih hidup.
Dalam sebuah kutipan manga Detective Conan (ketika SMA saya hobi membacanya) saya mengingat satu kata-kata yang disebutan oleh Heiji Hatori. Saya memang suka mengumpulkan quote yang menurut saya bagus. Begini kira-kira bunyinya, “Hidup itu berharga karena ada batasnya. Batas itulah yang membuat kita berjuang.” Maka benarlah saat Rasulullah saw berkata, “Orang yang paling cerdas adalah yang selalu mengingat mati.” Kalau kita menyadari bahwa hidup kita ada akhirnya, tentu kita akan berjuang mengisi hidup kita dengan hal-hal yang bermanfaat baik itu hubungan kepada Allah, kepada manusia, maupun kepada alam. Apakah kita ‘sadar atau tidak’ semua pilihan itu ada pada kita.

Your Reply