Tentang Dia


.


Entah kenapa hari ini tiba-tiba saya ingin menonton film keluaran tahun 2005 ini. Tentang Dia. Sebuah film yang diangkat dari tulisan Melly Goeslow. Film ini diputar waktu saya masih SMA dan baru sekarang saya ingin menontonnya. Tanpa ada alasan yang spesifik, hanya ingin. Dulu saat film ini diputar saya sama sekali tidak tertarik untuk tahu jalan ceritanya dan saya berpikir pasti cerita percintaan seperti biasa. Namun, ternyata beda.
Mengesampingkan perjuangan Randu untuk mendapatkan cinta gadis, saya lebih tertarik dengan karakter tokoh lain, seorang perempuan yang bernama Rudi. Untuk detil bagaimana filmnya tidak akan saya bahas di sini. Tapi, pelajaran hidup yang bisa saya ambil dari sahabat Gadis bernama Rudi ini.
Rudi dibesarkan dengan melihat kekerasan di depan matanya, adiknya meninggal karena disiksa oleh ayahnya. Dia hidup dengan trauma masa kecil yang sering menghantui tidurnya. Dia selalu berpikir positif, walaupun selalu merasa bersalah karena tidak bisa menjadi kakak yang bisa melindungi adiknya. Rudi tumbuh menjadi gadis yang tegar dan pemberani.
Ada tiga kalimat Rudi yang saya ingat. Kalimat tersebut adalah:
“Bukannya hidup itu emang berat ya. Tergantung kita aja gimana menghadapainya. Kalau emang mau bahagia ya, berbahagialah.”
Walaupun kata-katanya sederhana, bagi saya maknanya dalam. Hidup itu memang pilihan. Bahkan untuk menjadi menderita ataupun berbahagia adalah pilihan kita. Waktu yang kita miliki terlalu sedikit untuk dihabiskan dengan selalu merasa menderita. Jika kita terlalu lelah untuk merasa menderita, mengapa tidak mencoba untuk bahagia? Bahagia bukan terletak dari apa saja yang kita miliki, namun seberapa besar kita telah bersyukur. Kekuatan pikiran punya andil besar untuk mempengaruhi suasana hati kita. Jika banyak dukungan dari luar, namun hati kita tidak siap menerima semuanya, akhirnya tetap akan sama. Kebahagiaan itu harus kita raih.
“Kalo ternyata kita cuma punya hari ini dan besok belum tentu ada, gimana?”
Kesempatan. Mungkin sering kita sia-siakan. Mungkin kadang kita mendapatkan kesempatan kedua, namun tidak akan lebih baik daripada kesempatan pertama. Menangkap peluang memang harus kita latih. Namun, kebanyakan dari kita bukannya tidak terlatih dalam menangkap peluang, tapi lebih karena tidak mau, enggan, takut, dan banyak alasan lainnya. Kita harus ingat, orang menilai kita dari apa yang kita sudah lakukan, bukan dari apa yang kita rasa mampu kita lakukan. Hidup kita terlalu banyak dijejali materi. Mungkin itu salah satu penyebabnya. 
"Ada dua hal besar dalam hidup ini. Cinta dan kematian. Ketika kita siap menerima keduanya , berarti kita siap menghadapi apa saja"
Cinta di sini bukan sekedar cinta picisan seperti kisah Romeo-Juliet. Cinta yang kabarnya melegenda, padahal tidak sekedar dari adegan yang diakhiri dengan bunuh diri menyusul sang kekasih. Entahlah, mungkin definisi cinta sejati punya arti yang berbeda di luar sana. Namun, cinta yang hakiki tentu kita juga tahu datang dari siapa. Hanya kadang kita yang lari dari cinta itu, kita terlalu takut akan konsekuensi cinta itu. Dunia masih terlalu kita cinta. Padahal akhir kita semua sama. Kematian. Kalau kita sudah memaknai cinta dan kematian, insya Allah kita bisa menghadapi segalanya. Rasa takut akan dunia itu mungkin tidak akan ada lagi. Saya berkata seperti ini bukan berarti saya sudah menerapkan hal yang terbaik, ini juga termasuk nasehat bagi saya sendiri.
At least, bagi saya menonton film seperti ini tidak ada ruginya. Asalkan kita bisa menarik hikmah dari apa yang kita tonton. Karena masa depan seseorang dikatakan dapat dilihat dari apa yang dia baca, apa yang dia tonton, dan siapa sahabatnya di masa sekarang. Semoga kita termasuk orang-orang yang beruntung.  

Your Reply