Saya ingin
sedikit memberikan pendapat mengenai fenomena yang sering saya jumpai sejak
duduk di sekolah dasar hingga bangku kuliah. Fenomena yang biasa terjadi di kalangan
teman sekelas atau seangkatan yang selalu membuat saya agak bingung dan miris.
Fenomena ini sering terjadi saat pengumuman nilai ujian. Berbagai komentar yang
muncul ketika nilai tersebut diumumkan secara langsung maupun tidak langsung. Salah
satunya adalah komentar dari anak yang merasa dirinya “tidak terlalu pintar”
mengenai nilai anak yang di rasa paling pintar di kelas.
Biasanya akan
ada komentar seperti, “Dia sih pintar, pantes dapat niai tinggi.” Atau mungkin
seperti ini, “Wajar aja nilainya segitu, emang dia yang paling pintar di kelas.”
Walaupun itu
adalah komentar yang mungkin biasa-biasa saja menurut mereka namun sebenarnya
itu seperti suatu pembenaran bahwa yang berkomentar sah-sah saja jika tidak
mendapat nilai tinggi karena merasa dirinya tidak pintar.
Hal yang
menjadi perhatian saya adalah, orang-orang yang berkomentar seperti itu mungkin
saja tidak pernah melihat, tidak pernah memperhatikan, atau tidak pernah ambil
pusing, terhadap perjuangan si anak yang paling pintar di kelas. Mereka tidak
tahu seberapa keras si anak paling pintar tersebut dalam belajar. Mereka hanya
menganggap hal itu hal yang wajar karena dia pintar. Titik.
Kenapa ya,
hal itu tidak membuat si komentator menjadi lebih terpacu untuk berjuang
menjadi lebih baik, alih-alih hanya mengomentari hal tersebut.
Tulisan ini
saya buat karena melihat perjuangan sahabat saya yang selalu di cap sebagai
anak paling pintar di kelas bahkan di angkatan kami selama sekolah dan dia
berhasil mendapatkan beasiswa penuh untuk kuliah kedokterannya. Saya sangat
tahu perjuangan apa yang sudah dia lakukan untuk mencapai semua itu karena saya mengenalnya sejak duduk
di sekolah dasar.
Dan sekali
lagi saya sering mendengar orang yang berkomentar begini, “Dia sih pintar,
wajar saja seperti itu.” Manusia kadang membentengi dirinya dengan kata-kata
yang keluar dari mulutnya, agar tidak terlihat lemah di hadapan orang lain.
***
· Ujian tahap dua sudah selesai. Masih ada dua
ujian lagi yang menunggu bulan dapan, ujian komprehensif dan ujian kompetensi
profesi. Semoga bisa saya lalui dengan lancar dan ilmu yang didapatkan menjadi
ilmu yang berkah. One step closer to be a pharmacist…